Gratifikasi : Pengertian, Unsur, dan Contohnya

Gratifikasi : Pengertian, Unsur, dan Contohnya

Artikel
5/5 - (2 votes)

Gratifikasi kerap dikaitkan Penyuapan yaitu pemberian secara cuma-cuma kepada individu atau organisasi karena faktor jabatan. Pelarangan gratifikasi dilakukan untuk menghindari adanya korupsi. Kenapa demikian? Sadar atau tidak seseorang yang mendapatkan gratifikasi baik itu dalam bentuk penginapan, pinjaman tanpa bunga, uang, dan fasilitas lainnya bisa mengajarkannya untuk terbiasa menerima dengan maksud terselubung dari pemberi. Sehingga nantinya karena keterbiasaan tersebut pegawai negeri atau pejabat dalam pekerjaannya ketika mengambil keputusan akan terpengaruh, dan melahirkan bibit-bibit yang bisa melakukan korupsi.

Namun, perlu dipahami tidak semua gratifikasi ilegal. Untuk gratifikasi yang dilarang berupa pemberian hadiah kepada pejabat negara yang tidak sesuai kode etik dan menyalahi tugas. Sementara itu, gratifikasi bisa tidak dilarang apabila pemberian yang diberikan kepada pegawai tidak berlawanan dengan hukum, tugas, atau kewajiban orang yang menerima hadiah tersebut. 

Untuk gratifikasi sendiri di Indonesia sudah termuat di dalam undang-undang dalam menetapkan hukum. Di mana tertera pada Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 bersama dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 berbunyi: setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap memberi suap, bila berkaitan dengan kewajiban atau tugasnya, 

Pasal 12 C ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 bersama dengan UU NO.20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berbunyi: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.

Sehingga, digarisbawahi hukum yang mengatur gratifikasi mengandung sanksi sesuai pasal 12 UU No.20/2001 ialah dapat dikenai hukuman pidana penjara seumur hidup atau  dengan jangka waktu minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun. Ditambah dengan denda minimal 200 juta dan maksimal satu miliar. 

Jika berbicara etika, tidak sepantasnya pegawai negeri atau pejabat melakukan hal demikian. Kenapa? Awal pemilihan atau penunjukkan pegawai negeri atau pejabat merupakan amanah dari masyarakat untuk membuat keputusan yang adil demi kesejahteraan masyarakat. Apalagi gaji yang diterima berasal dari pajak masyarakat yang didalamnya mengandung harapan untuk kemajuan bangsa. Oleh karena itu, artikel ini ditujukan untuk menambah pemahaman pembaca agar lebih mengenal gratifikasi dengan hukum yang berlaku.  

Pengertian Gratifikasi

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gratifikasi ialah pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh.  Pemberian yang dimaksud bisa berupa uang, pelayanan, tiket, kuota haji dan umrah, dan fasilitas lainnya, yang dapat membiasakan pegawai negeri atau pejabat untuk membuat keputusan atau pekerjaan yang tidak sesuai dengan semestinya. Tindakan gratifikasi bisa dilaporkan karena telah diatur dalam Pasal 12B dan 12 C UU Tipikor. Kendati demikian, hukuman akibat tindakan gratifikasi bisa dibebaskan jika penerima hadiah melaporkan hal tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dengan ketentuan waktu 30 hari kerja. 

Adapun gratifikasi dengan suap tidak bisa dikatakan sama, sebab gratifikasi adalah hadiah yang diberikan kepada pegawai atau pejabat sehingga menimbulkan kebimbangan maupun keberpihakan dalam membuat keputusan, yang menyalahi tanggung jawabnya. Sementara, suap adalah pemberian serta penerimaan uang maupun hadiah supaya pejabat atau pemerintah membuat keputusan sesuai dengan keinginan orang yang memberikan suap. Sehingga, pegawai negeri atau pejabat melakukan tindakan yang bertentangan dengan kewajibannya. Berbeda dengan hadiah yang diberikan secara wajar dan tanpa kaitannya dengan jabatan ataupun pekerjaan.  

Baca juga : Cara Menghilangkan Budaya Korupsi di Perusahaan dengan Sistem Manajemen Anti Penyuapan ISO 37001:2016

Unsur-unsur Gratifikasi

  • Pegawai negeri atau pejabat melakukan tindakan yang bertentangan dengan kewajibannya setelah penerimaan gratifikasi
  • Penerimaan gratifikasi memiliki konflik kepentingan atas keputusan atau pekerjaan dari penerimanya. 
  • Laporan gratifikasi diusung atau diberikan kepada KPK yang nantinya akan diusut sesuai dengan hukum yang berlaku.
  • Laporan gratifikasi harus lengkap yang dituangkan ke dalam formulir laporan gratifikasi sesuai aturan dari KPK
  • KPK telah menyatakan bahwa laporan penerimaan gratifikasi lengkap. 

Bagaimana unsur-unsur ini diterapkan dalam kasus-kasus nyata ?

seseorang bisa melaporkan tindakan gratifikasi jika telah melengkapi unsur-unsur di atas. Terutama hal tersebut juga telah diatur dalam undang-undang. 

Baca juga : Komitmen Pemerintah Dalam Mengatasi Penyuapan

Training ISO 37001 Anti Penyuapan

Contoh-contoh Gratifikasi

Anas Urbaningrum: merupakan Mantan ketua Partai Demokrat menerima gratifikasi jutaan dollar AS dalam kasus korupsi proyek Herlambang. Di mana tujuan gratifikasi tersebut agar PT Adhi Karya bisa memenangkan lelang pekerjaan fisik Herlambang, dan juga menerima gratifikasi dalam bentuk uang, mobil, serta fasilitas survei. 

Nazaruddin: kala itu masih menjadi anggota DPR periode 2009-2014 menerima gratifikasi. Gratifikasi dari Duta Graha Indah dan PT Nindya Karya mencapai RP 40,37 miliar.

Dampak negatif dari gratifikasi :

  • Pertama; Gratifikasi merupakan awal dari tindakan korupsi, untuk pelaku gratifikasi bisa mendapatkan hukuman penjara dan denda sesuai dengan hukum yang berlaku.
  • Kedua; akibat keputusan yang menyalahi jabatan, hal tersebut akan berdampak kepada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat karena keputusan keberpihakan yang menguntungkan organisasi tertentu.
  • Ketiga; gratifikasi yang merajalela akan terus menumbuhkan tindakan korupsi. 

Hukum dan Etika Gratifikasi

Menguraikan Hukum yang Mengatur Gratifikasi Di Berbagai Negara:

Indonesia: Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 bersama dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 berbunyi: setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap memberi suap, bila berkaitan dengan kewajiban atau tugasnya. 

Pasal 12 C ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 bersama dengan UU NO.20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, berbunyi: Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK. Sehingga, digarisbawahi hukum yang mengatur gratifikasi mengandung sanksi sesuai pasal 12 UU No.20/2001 ialah dapat dikenai hukuman pidana penjara seumur hidup atau  dengan jangka waktu minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun.

Malaysia: surat edaran pelayanan publik/pelayanan Nomor 3 Tahun 1998 mengatur jumlah atau nilai hadiah dianggap tidak sepadan dengan tujuan pemberian jika melebihi seperempat gaji bulanan petugas atau MYR 500, mana yang lebih rendah. Namun, hal tersebut tidak berlaku pada hadiah yang diberikan pada pensiunan, perpindahan tugas, atau pernikahan. Selain itu, pengecualian juga berlaku saat melaksanakan tugas seminar, simposium, lokakarya dan acara resmi di mana pejabat publik tidak diberitahu sebelumnya terkait penyerahan hadiah tersebut. Namun, petugas mesti menyampaikan laporan tertulis terkait kasus tersebut. 

Etika Dibalik Mencegah dan Menghindari Gratifikasi

Pencegahan dan penghindaran gratifikasi secara langsung ataupun tidak mengajarkan etika baik kepada pejabat, pegawai maupun masyarakat untuk menghargai amanah yang sudah diberikan. Pencegahan gratifikasi mengasah untuk bersikap jujur dan menjalankan kewajibannya sesuai dengan moral yang berlaku. 

Baca juga : Apa Itu Sertifikat Anti Suap ISO 37001? Yuk, Cari Tahu!

Dampak Gratifikasi

Bagi institusi integritas dan kepercayaan menjadi dua hal yang mesti dibangun. Kehilangan integritas dan kepercayaan berarti juga kehilangan kredibilitas. Salah satu hal yang mencoreng hal tersebut ialah gratifikasi dengan berbagai dampak negatif, diantaranya: memicu konflik kepentingan, mempengaruhi kinerja institusi dengan menyalahi kebijakan, mencoreng nama baik institusi, pekerjaan institusi menjadi pertanyaan dalam melayani publik, menciptakan utang budi yang membuat kebijakan dengan keberpihakan atau konflik kepentingan, merusak reputasi institusi, menurunnya kinerja pegawai, menghilangkan kepercayaan publik, serta kinerja institusi menjadi tidak transparan. 

Dampak negatif tersebut dapat dicegah dengan adanya pemahaman dari pegawai, pejabat dan masyarakat terhadap gratifikasi. Awal gratifikasi terkadang tanpa disadari karena cara pemberian yang amat halus sampai terjadinya penyelewengan tugas.  Untuk itu, mengenali gratifikasi menjadi solusi terbaik untuk mencegah adanya gratifikasi. Bagi pegawai atau pejabat bisa melaporkan hal tersebut kepada KPK, begitupun dengan masyarakat, tentunya laporan yang dibuat berdasarkan aturan yang berlaku. 

Baca juga : Integrasi ISO 55001 dan ISO 31000: Mengapa Kedua Standar Ini Penting dalam Manajemen Aset dan Risiko

Pencegahan Gratifikasi

Strategi dan Langkah-langkah untuk Mencegah Gratifikasi

Pencegahan gratifikasi bisa dimulai dengan meningkatkan kesadaran melalui pengenalan dan pemahaman apa itu gratifikasi terutama kepada pejabat atau pegawai, sehingga diharapkan baik pejabat maupun pegawai integritasnya dapat diperkuat.

Selanjutnya, sistem dari pengendalian gratifikasi dalam praktiknya lebih digencarkan lagi mulai dari pemeriksaan laporan oleh KPK baik dari harta kekayaan, pemeriksaan kepatuhan sampai pemeriksaan internal. Kemudian, masing-masing dari pejabat dan pegawai harus menghindari gratifikasi sebisa mungkin dengan tidak menerimanya dan segera melaporkan ke KPK jika gratifikasi terjadi pada dirinya. Terakhir, penerapan sanksi yang tegas tanpa memandang status. Hal itu dilakukan agar pelaku gratifikasi bisa jera dan tidak memandang remeh terhadap hukum yang berlaku.

Peran Penting Lembaga dan Regulasi Dalam Mencegah Gratifikasi

Lembaga bertugas untuk membangun lingkungan yang bebas dari gratifikasi, melakukan pengendalian terhadap gratifikasi, untuk pegawai mematuhi dan memahami pelarangan adanya gratifikasi. Sementara, ketika berbicara peran regulasi dalam mencegah gratifikasi hal tersebut dapat dimulai dengan unit pencegahan melaksanakan tugasnya dengan baik tanpa memandang bulu, dan pemerintah harus berkomitmen terhadap hal itu. 

Kesimpulan

Gratifikasi menjadi suatu hal keharusan untuk dipahami sekaligus dihindari. Sebab awal dari korupsi adalah kehadiran dari adanya gratifikasi. Pemerintah harus bertindak tegas terhadap penyelewengan yang ada, tanpa ada perlindungan. Terpenting masyarakat harus bersama-sama mengendalikannya dengan melaporkannya kepada KPK. Sehingga, penting untuk memahami, mencegah dan menghindari gratifikasi agar masyarakat menjadi sejahtera. 

Training ISO 37001 Anti Penyuapan
Daftarkan diri Anda sekarang untuk mendapatkan keunggulan kompetitif melalui Pelatihan ISO 37001 Anti Penyuapan kami. Tingkatkan pemahaman Anda tentang praktik bisnis yang etis dan tingkatkan integritas perusahaan Anda hari ini!

Open chat
Hubungi kami