Pendanaan terorisme adalah masalah yang tak hanya mengancam stabilitas nasional, tetapi juga mengancam keamanan global. Kejahatan ini memberikan sumber daya finansial yang mendukung aksi terorisme, yang bisa mengakibatkan kerugian besar bagi masyarakat dan negara.
Perhatian terhadap pendanaan terorisme semakin meningkat di tingkat internasional, termasuk di Indonesia. Mengingat Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di Asia Tenggara dan salah satu titik penting dalam geopolitik global, pengawasan terhadap pendanaan terorisme menjadi salah satu prioritas utama.
Dalam upaya mencegah terorisme, Indonesia telah memperkenalkan regulasi ketat yang bertujuan untuk memutus aliran dana yang digunakan untuk kegiatan terorisme. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan regulasi yang berlaku di Indonesia terkait pendanaan terorisme serta tantangan yang dihadapi dalam implementasinya.
Daftar Isi
Kerawanan Pendanaan Terorisme di Indonesia
Pendanaan terorisme di Indonesia telah berkembang seiring dengan semakin kompleksnya pola keuangan global. Beberapa tahun terakhir, Indonesia telah menghadapi peningkatan ancaman terorisme yang didorong oleh aliran dana dari berbagai sumber yang sering kali sulit dilacak.
Misalnya, kelompok teroris di Indonesia seperti Jemaah Islamiyah dan ISIS di Asia Tenggara, diketahui menerima pendanaan melalui saluran ilegal seperti perdagangan narkoba, penyelundupan barang, serta sumbangan dari organisasi yang disalahgunakan.
Selain itu, teknologi baru seperti cryptocurrency dan metode transfer internasional yang lebih canggih juga semakin memperburuk tantangan dalam mendeteksi pendanaan terorisme.
Pada tahun 2018, Indonesia juga menghadapi serangan bom yang diduga didanai oleh kelompok teroris melalui transaksi keuangan yang sulit dipantau oleh otoritas domestik maupun internasional. Oleh karena itu, sangat penting bagi Indonesia untuk memperkuat regulasi terkait pendanaan terorisme, serta meningkatkan pengawasan terhadap sektor keuangan dan non-keuangan.
Regulasi Larangan Pendanaan Terorisme di Indonesia
Indonesia memiliki sejumlah regulasi yang telah dirancang untuk mengatasi ancaman pendanaan terorisme, yang mencakup undang-undang nasional dan regulasi internasional. Beberapa regulasi yang penting dalam hal ini adalah:
-
UU No. 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme
UU No. 9 Tahun 2013 menjadi dasar hukum yang mengatur tentang pencegahan pendanaan terorisme di Indonesia. Berdasarkan undang-undang ini, tindakan yang mendukung atau memberikan bantuan keuangan kepada kelompok teroris dapat dikenakan sanksi pidana.
Pemerintah Indonesia melalui PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) diberikan wewenang untuk melakukan pemantauan dan analisis terhadap transaksi mencurigakan yang berpotensi digunakan untuk mendanai aksi terorisme.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh United Nations Security Council (UNSC), Indonesia telah aktif bekerja sama dengan negara-negara lain untuk memperkuat sistem pelaporan transaksi mencurigakan yang terkait dengan pendanaan terorisme.
-
UU No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
UU No. 15 Tahun 2003 lebih luas cakupannya, karena mengatur tindakan hukum terhadap terorisme secara keseluruhan, termasuk pendanaan.
Hal ini mencakup aturan yang menyatakan bahwa tindakan yang mendukung pendanaan terorisme bisa dikenakan sanksi pidana, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, ataupun organisasi yang memiliki afiliasi dengan jaringan terorisme global.
-
Peraturan OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan peraturan terkait anti pencucian uang dan pendanaan terorisme, terutama yang berhubungan dengan sektor keuangan.
Peraturan OJK ini mengharuskan lembaga keuangan untuk menerapkan prosedur Know Your Customer (KYC) dan Customer Due Diligence (CDD), yang bertujuan untuk memverifikasi identitas nasabah dan memantau transaksi keuangan yang mencurigakan.
Lembaga keuangan juga diwajibkan untuk melaporkan transaksi mencurigakan kepada PPATK, yang kemudian akan menganalisis dan melakukan tindak lanjut sesuai dengan regulasi yang berlaku.
-
Standar Internasional FATF
Sebagai anggota dari Financial Action Task Force (FATF), Indonesia mengikuti standar internasional dalam upaya pencegahan pendanaan terorisme. FATF menetapkan 40 rekomendasi yang harus diterapkan oleh negara-negara anggota dalam rangka memerangi pendanaan terorisme dan pencucian uang.
Indonesia telah berkomitmen untuk menerapkan rekomendasi ini dengan memperkuat kapasitas regulator domestik, meningkatkan transparansi sektor keuangan, dan memperkuat kerja sama internasional.
Baca juga : Membedah Tantangan dan Solusi Implementasi Kebijakan APU dan PPT di Sektor Keuangan Indonesia
Mekanisme Pencegahan Pendanaan Terorisme
Untuk memerangi pendanaan terorisme, Indonesia menggunakan berbagai mekanisme yang melibatkan lembaga keuangan dan lembaga non-keuangan.
-
Customer Due Diligence (CDD)
Prosedur CDD mengharuskan lembaga keuangan untuk mengidentifikasi dan memverifikasi identitas nasabah, termasuk pemeriksaan terhadap latar belakang nasabah serta tujuan transaksi. Ini penting untuk memastikan bahwa tidak ada individu atau kelompok yang terlibat dalam kegiatan terorisme yang menggunakan layanan keuangan.
-
Know Your Customer (KYC)
KYC adalah proses penting yang memungkinkan lembaga keuangan untuk mengetahui siapa nasabah mereka dan memverifikasi informasi yang diberikan. KYC membantu lembaga keuangan untuk memastikan bahwa mereka tidak terlibat dengan nasabah yang mungkin mendanai atau terlibat dalam aksi terorisme.
Baca juga : Regulasi Anti Pencucian Uang di Era Digital: Apa yang Harus Kita Ketahui?
Modus Pendanaan Terorisme
Pendanaan terorisme dapat dilakukan melalui berbagai saluran, baik yang sah maupun yang ilegal. Beberapa modus utama antara lain:
- Sumbangan yang Disalahgunakan: Beberapa kelompok teroris menyalahgunakan donasi yang diterima melalui organisasi amal untuk mendanai kegiatan terorisme. Hal ini terjadi karena lembaga amal sering kali tidak menerapkan prosedur KYC yang memadai.
- Transaksi Digital dan Cryptocurrency: Penggunaan cryptocurrency seperti Bitcoin semakin menjadi pilihan bagi individu atau kelompok yang ingin mendanai terorisme secara anonim dan tanpa melibatkan sistem perbankan tradisional.
- Perusahaan atau Lembaga Bisnis: Pendanaan terorisme juga bisa dilakukan melalui perusahaan atau organisasi bisnis yang tampaknya sah tetapi sebenarnya digunakan untuk menyalurkan dana ke kelompok teroris.
Baca juga : Waspada! Inilah Metode Umum yang Digunakan untuk Pencucian Uang
Tantangan dalam Implementasi Regulasi PPT
Meskipun Indonesia telah mengimplementasikan regulasi yang ketat, beberapa tantangan tetap muncul dalam penerapan kebijakan ini.
-
Kurangnya Pemahaman di Sektor Non-Keuangan
Banyak sektor non-keuangan, seperti sektor sosial dan amal, yang belum sepenuhnya memahami pentingnya penerapan prinsip CDD dan KYC untuk mencegah pendanaan terorisme. Hal ini dapat menyebabkan celah dalam sistem pengawasan yang berisiko dimanfaatkan oleh kelompok teroris.
-
Hambatan Teknologi
Teknologi baru seperti cryptocurrency dan platform digital memungkinkan transaksi yang lebih sulit dilacak. Hal ini menambah kompleksitas dalam pengawasan dan membutuhkan teknologi deteksi yang lebih canggih untuk memerangi pendanaan terorisme secara efektif.
-
Kolaborasi Antar Institusi
Kolaborasi antara berbagai lembaga negara dan sektor swasta seringkali terbentur oleh batasan sumber daya dan koordinasi yang kurang efektif. Keberhasilan dalam pencegahan pendanaan terorisme memerlukan kerja sama lintas sektor dan internasional yang solid.
Baca juga : Tantangan dan Peluang Implementasi GRC di Tahun 2025: Solusi Teknologi untuk Masa Depan Bisnis
Rekomendasi untuk Meningkatkan Regulasi PPT
Agar implementasi regulasi pencegahan pendanaan terorisme lebih efektif, berikut adalah beberapa rekomendasi:
-
Penguatan Teknologi Deteksi
Untuk meningkatkan efektivitas pengawasan, Indonesia perlu memperkuat infrastruktur teknologi deteksi yang dapat mendeteksi transaksi mencurigakan dengan lebih cepat dan akurat. Penggunaan AI dan machine learning dapat membantu mempercepat proses ini.
-
Edukasi untuk Sektor Non-Keuangan
Edukasi yang lebih intensif untuk sektor non-keuangan, terutama organisasi amal dan sektor sosial, sangat penting untuk memastikan mereka memahami kewajiban mereka dalam mencegah pendanaan terorisme.
-
Kolaborasi Internasional yang Lebih Kuat
Penting bagi Indonesia untuk memperkuat kerjasama internasional dalam hal pertukaran informasi dan penegakan hukum terkait pendanaan terorisme. Kolaborasi dengan negara-negara lain melalui FATF dapat memperkuat pengawasan lintas negara terhadap pendanaan terorisme.
Kesimpulan
Regulasi larangan pendanaan terorisme di Indonesia terus berkembang untuk mengatasi ancaman yang terus berubah. Meskipun berbagai regulasi telah diterapkan, tantangan teknis dan koordinasi antar lembaga masih menjadi hambatan.
Diperlukan langkah-langkah strategis untuk memperkuat teknologi deteksi, meningkatkan edukasi di sektor non-keuangan, dan meningkatkan kerjasama internasional guna memastikan pencegahan pendanaan terorisme berjalan dengan efektif.
Jadikan bisnis Anda lebih terpercaya dan sesuai regulasi dengan penerapan ISO 37001 untuk mencegah tindak pidana suap dan mendukung upaya pemberantasan pendanaan terorisme. Dapatkan pelatihan ISO 37001 terbaik bersama kami sekarang! Klik di sini untuk informasi lebih lanjut.