Contoh Kasus Manajemen Risiko dan Analisisnya

Contoh Kasus Manajemen Risiko dan Analisisnya

Artikel
4.2/5 - (15 votes)

Manajemen risiko adalah unsur yang sangat penting untuk membantu perusahaan mengidentifikasi, mengevaluasi, melacak, dan meningkatkan proses mitigasi risiko di lingkungan bisnis.

Memiliki manajemen risiko membuat perusahaan ingin memastikan agar stabilitas tetap terjaga saat mereka berproses tumbuh. Tidak mengetahui tentang risiko dapat mempengaruhi bisnis hingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan.

Perusahaan yang tidak menyadari risiko persaingan misalnya dapat kehilangan pangsa pasar, tidak menyadari risiko keuangan dapat mengakibatkan kerugian finansial, tidak menyadari risiko keselamatan dapat mengakibatkan kecelakaan, dan masih banyak yang lainnya.

Perusahaan dapat menerapkan langkah-langkah proses manajemen risiko untuk mengelola risiko tersebut. Ada lima langkah dasar yang diambil untuk mengelola risiko. Dimulai dengan mengidentifikasi risiko, menganalisis risiko, kemudian penilaian risiko, solusi yang diterapkan, dan terakhir pemantauan risiko.

Untuk memahami proses manajemen risiko, dapat diketahui dari sejumlah perusahaan yang ada di Indonesia. Berikut dua contoh studi kasus yang dapat memberikan pemahaman tentang penerapan manajemen risiko, yaitu:

Pembekuan Kegiatan Usaha PT. Bank Global oleh Bank Indonesia

Pada contoh kali ini akan menjelaskan kasus general market risk dengan studi kasus Bank Syariah (Bank Indonesia Membekukan Kegiatan Usaha PT. Bank Global). Market risk merupakan kondisi yang dialami oleh suatu perusahaan yang disebabkan oleh perubahan kondisi dan situasi pasar di luar dari kendali perusahaan.

Latar Belakang Masalah

Sejak tanggal 14 Desember 2004,  Bank Indonesia (BI) membekukan kegiatan usaha (BKU) PT. Bank Global Tbk. Akibatnya, sekitar 8.000 nasabah yang tercatat di 13 kantor cabang terpaksa kerepotan mengurus dananya. Bukan hanya itu, ratusan investor publik pemegang saham juga menjadi tidak jelas investasinya.

Ditambah lagi bank dan pihak lain yang memiliki tagihan. Nasib ratusan karyawan pun menjadi tak menentu di tengah sulitnya lapangan kerja. Kalau mereka terkena PHK, tentu akan menambah deretan panjang pengangguran. Semua itu juga akan menambah beban pemerintah dalam memulihkan roda perekonomian, terutama sektor real.

  1. Empat alasan ditutupnya Bank Global:
  2. Terus memburuknya kondisi keuangan Bank Global.
  3. Tidak menyetorkan tambahan modal yang diminta BI sejak bank tersebut masuk pengawasan khusus (special surveillance unit) pada 27 Oktober hingga 13 Desember 2004.
  4. Direksi Bank Global tidak menunjukkan iktikad baik untuk patuh pada aturan. Bahkan, dalam pengawasan BI dan kepolisian ada upaya secara sengaja dari pihak bank tersebut untuk memusnahkan dan menghilangkan barang bukti.
  5. Direksi, pejabat eksekutif, dan beberapa karyawan bank publik itu diduga telah melakukan tindak pidana perbankan dengan merusak dan menghilangkan dokumen-dokumen penting bank.
  6. Solusi Masalah

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka dirumuskan solusi sebagai berikut:

  1. Sebagai perusahaan terbuka, semestinya Bank Global transparan dan menerapkan dengan seksama asas good corporate governance.
  2. Seperti dilansir Investor Daily Online (14/12/2004), bahwa kehancuran Bank Global sangat boleh jadi disebabkan oleh sebuah kolusi antara pengelola Bank Global dengan Prudence Asset Management (PAM).
  3. Kasus Bank Global menarik diikuti karena kasus ini mencoreng citra reksadana, sebuah instrumen pasar modal yang mengalami pertumbuhan pesat selama dua tahun terakhir.
  4. Kasus Bank Global mencerminkan lemahnya pengawasan BI dan Bappepam.
  5. Analisis 

Berdasarkan penjelasan di atas, maka didapatkan analisisnya sebagai berikut:

General market risk adalah risiko yang disebabkan oleh suatu kebijakan yang dilakukan oleh lembaga terkait yang mana kebijakan tersebut mampu memberi pengaruh bagi seluruh sektor bisnis (Agus Sucipto: Manajemen Risiko).

Sehatnya sebuah bank tidak hanya berpatokan pada aset atau modal saja, namun juga harus memperhitungkan faktor manajemen risiko yang meliputi delapan faktor, yakni risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko strategi, risiko kepatuhan dan risiko reputasi.

Tidak sedikit para bankir yang tidak bisa mengelola manajemen risiko dengan baik, sehingga terjadi pelanggaran prinsip kehati-hatian bank. Hal terpenting dari kasus-kasus pembekuan bank adalah pembelajaran bagi pemilik maupun pengurus bank untuk bercermin diri dalam pengelolaan keuangan dan manajemen perbankan agar tidak menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang ada, serta diharuskan menerapkan prudential banking principle.

Lebih lanjut, bagi para nasabah agar tidak gegabah dan senantiasa berhati-hati jika ingin menempatkan dananya pada lembaga perbankan maupun lembaga keuangan lainnya.

Spesific Market Risk PT Gudang Garam Tbk

Contoh penerapan manajemen risiko kali ini bisa diketahui dari specific market risk yang merupakan studi kasus pada PT Gudang Garam Tbk. Specific risk sendiri adalah risiko perubahan harga instrumen keuangan karena faktor issuer atau penerbitnya.

Latar Belakang Masalah

Salah satu perusahaan rokok terbesar di Indonesia yaitu PT Gudang Garam sempat menjadi perusahaan yang juga mendapat dampak dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang melanda Indonesia. Sebagaimana dijelaskan dalam berita yang diterbitkan oleh liputan6.com berikut ini:

Dampak Pelemahan Rupiah Mulai Terasa ke Emiten 

Pelemahan mata uang rupiah dalam beberapa hari terakhir mempengaruhi laba-laba perusahaan yang sudah melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah pada hari Rabu (21/8/2013) sudah menyentuh ke level Rp 10.963 per dolar Amerika Serikat (AS). Pergerakan nilai tukar rupiah yang terjadi hari ini sangat mempengaruhi emiten-emiten yang sudah melantai di bursa.

Kepala Strategi Riset dan Ekuitas Bahana Sekuritas me Harry Su mengatakan, akibat dampak pergerakan pelemahan rupiah, banyak emiten yang terkena dampak dari pelemahan rupiah tersebut. 

“Jelaslah, pelemahan rupiah itu sangat jelek untuk pasar. Tapi emiten yang mempunyai utang berdasarkan mata uang dolar AS,” ujar Harry ketika ditemui dalam acara Halal bi Halal Bahana Group dan Market Update di Graha Cimb Niaga, Jakarta, Rabu (21/8/2013).

Menurut Harry, selain faktor pelemahan rupiah yang mempengaruhi laba bersih di setiap emiten, dan juga kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate). Adapun saham yang sangat terpengaruh terhadap pelemahan nilai tukar rupiah adalah, PT Indosat Tbk (ISAT). Saham telekomunikasi tersebut terkena dampak 17,9% dari laba bersih, sedangkan pengaruh BI Rate hampir sebesar 24% dari raihan laba bersih.

Selain ISAT, laba bersih perusahaan PT Gudang Garam Tbk (GGRM) juga megalami penurunan hingga 0,9%. Laba PT Bakrie Telekomunikasi Tbk (BTEL) juga mengalami penurunan hingga 5,9% dan laba bersih PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) mengalami penurunan 5,9%.

Lanjut Harry, pelemahan rupiah juga menurunkan laba bersih emiten, tapi juga memberikan dampak pada keuntungan emiten. PT Timah Tbk (TINS) mengalami penurunan keuntungan hingga 5,2%, sedangkan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) mengalami penurunan laba bersih hingga 3,4 %. 

“Pelemahan mata uang rupiah juga berdampak pada PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) mengalami penurunan laba bersih hingga sebesar 3,9%,” tegasnya.

Ditambahkannya, pelemahan rupiah yang semakin tajam, memang mempengaruhi kinerja emiten, khususnya yang berpendapatan mata uang dolar AS.

Berdasarkan berita diatas PT Gudang Garam menjadi salah satu perusahaan yang mengalami penurunan laba bersihnya sebesar 0,9% akibat melemahnya nilai rupiah. Hal ini dialami oleh PT Gudang Garam karena perusahaan membutuhkan bahan baku utama berupa tembakau dan cengkeh yang berkualitas untuk produk mereka.

Sementara kualitas panen tembakau dan cengkeh lokal yang menjadi bahan baku utama tersebut sangatlah bergantung pada cuaca. Faktor cuaca yang kini sering tidak menentu mengakibatkan penurunan kualitas panen kedua bahan baku tersebut.

Akibatnya, perusahaan terpaksa harus mengimpor persediaan bahan baku mereka dari luar negeri untuk menjaga kualitas produk yang dihasilkan. Hal inilah pada akhirnya yang menyebabkan menurunnya pendapatan dan laba bersih perusahaan.

Selain itu penurunan pendapatan dan laba bersih PT. Gudang Garam disebabkkan juga oleh aturan pemerintah, karena sebelumnya industri rokok diberatkan dengan aturan pemerintah yaitu regulasi mengenai rokok, PP Nomor 109 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa produk Tembakau bagi kesehatan yang dikeluarkan pemerintah tahun 2012.

Aturan itu mengacu pada Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang dicanangkan oleh WHO pada tahun 2003. Salah satu aturannya berupa kenaikan bea pita cukai yang secara terus menerus dan juga kewajiban menampilkan gambar-gambar seram dari bahaya rokok pada kemasan dan iklan rokok.

Biaya pita cukai dan PPN Gudang Garam pada tahun 2013 mencapai 29 triliun, atau setara 67% dari total beban biaya pokok penjualan Gudang Garam. Jika dibandingkan dengan pendapatan penjualan, maka biaya pita cukai Gudang Garam tahun 2013 setara dengan 54% hasil pendapatan penjualan perusahaan. Artinya, 54% dari total pendapatan penjualan Gudang Garam tahun 2013 digunakan untuk membayar bea pita cukai dan PPN.

Selanjutnya, jika dilihat dalam beberapa tahun belakang, kontribusi biaya pita cukai dan PPN tersebut nilainya selalu diatas 50% dari total pendapatan penjualan Gudang Garam. Bagaimana pun itu perusahaan harus tetap mengeluarkan dana untuk membayar besarnya biaya pita cukai sesuai aturan.

Kemudian, ditambah dengan kewajiban perusahaan menampilkan gambar-gambar dari bahaya dan dampak negatif rokok pada kemasan serta iklan produk secara tidak langsung akan mengurangi minat para konsumen untuk merokok. Hal ini tentu saja akan menurunkan penjualan rokok, termasuk rokok Gudang Garam itu sendiri, dan dampak lainnya dari ketatnya aturan pemerintah dalam industri rokok adalah Gudang Garam harus mengurangi dan menghemat biaya perusahaan yang lainnya.

 Analisis

Specific market risk merupakan risiko yang hanya dialami secara khusus pada suatu sektor atau sebagian bisnis saja tanpa bersifat menyeluruh (Agus Sucipto: Manajemen Risiko). Kasus ini termasuk dalam kebijakan yang diberlakukan pada sektor Industri, yaitu rokok.

Sesuai dengan pembahasan studi kasus diatas, PT Gudang Garam ikut merasakan dampak dari penurunan nilai tukar rupiah yang berakibat menurunnya laba bersih perusahaan. Hal itu kemudian juga berdampak pada membagian deviden kepada para pemegang saham, serta peraturan pemerintah yang dapat menurunkan penjualan produk serta pendapatan perusahaan.

Salah satu cara yang dilakukan oleh PT Gudang Garam untuk menanggulangi risiko tersebut adalah dengan melakukan kebijakan penawaran pensiun dini kepada para karyawannya terutama karyawan borongan sigaret kretek tangan (SKT) dan operasional dengan alasan untuk mengantisipasi dampak buruk yang akan terjadi pada perusahaan dimasa mendatang akibat bertambah ketatnya peraturan industri rokok yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Dari kedua studi kasus perusahaan tersebut, dapat menjadi contoh penerapan manajemen risiko di perusahaan. Penerapan manajemen risiko diharapkan berfungsi dengan baik untuk kepentingan perusahaan.

Pada akhirnya manajemen risiko bertujuan untuk mendorong dan mendukung pengembangan, pengelolaan risiko usaha perusahaan dengan penerapan prinsip dalam manajemen risiko.

Open chat
Hubungi kami