Perkembangan pesat aset kripto di Indonesia menuntut kerangka pengawasan yang lebih komprehensif dan terintegrasi. Mulai 10 Januari 2025, pengawasan terhadap perdagangan aset keuangan digital—termasuk aset kripto—bergeser dari Bappebti ke OJK melalui POJK Nomor 27 Tahun 2024.
Langkah ini merupakan tindak lanjut amanat Undang‑Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan, yang menghendaki peralihan tugas pengaturan dan pengawasan aset digital dalam waktu maksimal 24 bulan sejak pengundangan UU P2SK
Daftar Isi
Peraturan OJK Nomor 27 Tahun 2024 tentang Pengawasan Kripto
POJK 27/2024 menetapkan ruang lingkup “perdagangan aset keuangan digital termasuk aset kripto” dengan cakupan yang lebih luas dibandingkan regulasi sebelumnya.
Regulasi ini tidak hanya mengatur definisi dan mekanisme perdagangan, tetapi juga menegaskan prinsip tata kelola, perlindungan konsumen, dan penilaian kecukupan modal.
Melalui peralihan pengawasan ke OJK, instrumen digital seperti crypto token dan derivatif terkait kini berada di bawah payung yang sama dengan produk keuangan konvensional, menjembatani inovasi teknologi dan stabilitas sistem keuangan nasional.
Baca juga : Apa Itu Sanksi OJK Berbasis Risiko untuk Industri Asuransi Indonesia?
Cakupan dan Kewenangan yang Lebih Luas
Peralihan otoritas pengawasan dari Bappebti ke OJK memperluas definisi “aset kripto” menjadi “aset keuangan digital,” mencakup token utilitas, security token, dan instrumen digital lainnya.
Hal ini memberikan fleksibilitas bagi OJK untuk mengakomodasi inovasi baru di ekosistem keuangan digital tanpa harus mengubah regulasi secara terpisah.
Dengan kewenangan baru, OJK dapat menerapkan kebijakan prudensial yang selama ini hanya berlaku untuk lembaga keuangan tradisional, termasuk persyaratan modal minimum dan pengawasan likuiditas bagi penyelenggara bursa kripto.
Baca juga : Regulasi Anti Pencucian Uang di Era Digital: Apa yang Harus Kita Ketahui?
Kategori Pelaku Bisnis yang Disederhanakan
Regulasi lama memisahkan Calon Pedagang Fisik Aset Kripto (CPFAK) dan Pedagang Fisik Aset Kripto, menciptakan birokrasi ganda dalam perizinan dan pengawasan.
POJK 27/2024 menghapus kategori CPFAK, sehingga hanya terdapat satu jenis entitas penyelenggara perdagangan digital yang tunduk pada kerangka “Financial Sector Technology Innovator” (FSTI).
Penyederhanaan ini mempercepat proses perizinan dan memudahkan pelaku usaha untuk tumbuh, namun tetap menuntut standar fit‑and‑proper test bagi pimpinan perusahaan sesuai ketentuan OJK Reg. 3/2024.
Baca juga : Membedah Tantangan dan Solusi Implementasi Kebijakan APU dan PPT di Sektor Keuangan Indonesia
Peningkatan Tata Kelola
OJK mensyaratkan bahwa seluruh entitas penyelenggara perdagangan digital menerapkan governance framework yang mencakup komite risiko, audit internal, dan penilaian kecukupan permodalan secara berkala.
Fit‑and‑proper test untuk direksi, komisaris, dan pemegang saham pengendali menjadi langkah wajib sebelum penerbitan izin.
Standar tata kelola ini selaras dengan prinsip GRC (Governance, Risk, Compliance), memastikan transparansi, akuntabilitas, dan kemampuan entitas mengidentifikasi serta mengelola risiko operasional maupun risiko pasar.
Baca juga : Regulasi ICoFR: Meningkatkan Transparansi Pelaporan Keuangan Bank-Bank Indonesia
Batas Waktu Transisi dan Kepatuhan
Untuk menjaga kesinambungan pasar, lisensi Bappebti yang telah diterbitkan tetap berlaku hingga peralihan selesai. Entitas yang belum berizin di bawah Bappebti diperbolehkan beroperasi sementara, asalkan mengajukan permohonan izin baru ke OJK dalam waktu satu bulan sejak 10 Januari 2025.
Seluruh penyelenggara diwajibkan memenuhi standar operasional, perlindungan data, dan kepatuhan konsumen paling lambat Juli 2025—enam bulan setelah peraturan efektif—untuk menghindari sanksi administratif atau pencabutan izin.
Integrasi ES‑GRC bagi Perusahaan dalam Mematuhi Aturan Baru OJK
Memahami aturan baru saja tidak cukup; perusahaan perlu memperkuat kultur kepatuhan melalui program pelatihan terpadu ES‑GRC (Environmental, Social, Governance & Governance, Risk, Compliance). Dua pendekatan utama dalam pelatihan adalah: pengenalan kebijakan OJK 27/2024 dan penerapan prinsip ESG agar selaras dengan kebijakan keberlanjutan global.
GRC Indonesia menyelenggarakan pelatihan Integrasi ES-GRC, sebuah program komprehensif yang dirancang untuk membantu organisasi menggabungkan prinsip keberlanjutan (ESG) dengan sistem GRC yang telah ada—guna memperkuat kinerja keberlanjutan sekaligus memenuhi kepatuhan regulasi yang ditetapkan oleh OJK dan otoritas internasional.
Melalui pelatihan ini, peserta akan memperoleh:
- Pemahaman prinsip ESG dan GRC secara menyeluruh
- Pengetahuan tentang regulasi terbaru OJK terkait ESG dan dampaknya bagi pelaku usaha
- Strategi integrasi ESG ke dalam kerangka GRC perusahaan: mulai dari governance, risk management, hingga compliance monitoring
- Contoh penerapan best practices dari perusahaan nasional dan multinasional
- Alat bantu dan framework untuk implementasi ES-GRC berbasis risiko dan keberlanjutan
Daftar sekarang juga. Wujudkan perusahaan berkelanjutan yang patuh regulasi.Informasi lengkap dan pendaftaran dapat diakses melalui https://grc-indonesia.com/integrasi-es-grc/
GRC Indonesia — Mitra Strategis Menuju Tata Kelola Berkelanjutan dan Patuh Regulasi.